Literasi politik adalah kunci menjaga demokrasi. Demos (rakyat) yang memiliki tingkat literasi politik yang baik, niscaya akan menjadi penopang kokoh pemerintahan (kratos). Baik sebagai pemegang daulat, pelaksana, ataupun penerima manfaat. Dari, oleh, dan untuk rakyat. Satu di antara mekanisme praktik demokrasi adalah pemilu. Baik buruknya demokrasi, dapat dilihat dari kualitas pemilu. Pasca Reformasi 1998, Indonesia telah menyelenggarakan pemilu 5 kali; 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Secara umum, kelima pemilu ini berlangsung secara baik. Lantas bagaimana dengan Pemilu 2024 nanti? Buku ini berupaya memberikan jawabannya. Jelang Pemilu 2024, kekhawatiran banyak pihak mengemuka. Di antaranya adalah Pemilu 2024 tidak bisa dilepaskan dari isu dinasti politik. Pemilu 2024 diiringi dengan pro-kontra utak-atik konstitusi. Mulai dari gagasan jabatan Presiden 3 periode hingga prasyarat capres-cawapres 40 tahun. Pemilu 2024 tidak bisa lepas dari isu alih kekuasaan. Antara keberlanjutan atau perubahan. Bagaimana nasib IKN (Ibu Kota Nusantara)? Pemilu 2024 tidak bisa dilepaskan dari isu netralitas birokrasi. Mulai dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga kepala desa. Dari ini semua, perdebatan visi-misi dan program kinerja menjadi kabur. Tenggelam dari hiruk-pikuk isu di atas. Karena itu, kembali menyepakati tujuan pemilu dalam konteks membangun demokrasi Indonesia adalah langkah niscaya. Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Januari 2024
- Stock: In Stock
- Publisher: NARASI
- Weight: 310.00g
- Dimensions: 14.00cm x 20.00cm x 3.00cm
- SKU: NAG240657
- ISBN: 9786237586654